Panglima Besar Jenderal Soedirman, hmmmm..siapa yang tak mengenalnya??
Bahkan namanya diabadikan untuk nama jalan-jalan protokol di berbagai
kota, tak luput juga jalan di Kota Jogja yang membentang dari kawasan RS
Bethesda hingga kawasan Tugu. Nama Jenderal Soedirman juga diabadikan
sebagai nama Universitas Negeri di Kota Purwokerto di Jawa Tengah, yang
dikenal dengan nama Unsoed alias Universitas Negeri Jenderal Soedirman.
Jenderal Soedirman dikenal di Indonesia karena peran kepahlawanan
dalam mempertahankan kemerdekaan dan masa revolusi nasional Indonesia,
yaitu di era 1950 s.d 1950. Diawali dengan bergabungnya beliau sebagai
keanggotaan Pasukan PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor, berlanjut
diangkat sebagai Komandan Batalyon di Kroya Jateng, menjadi Panglima
Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi
Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TKR).
Jenderal besar TNI kelahiran Bodas Karangjati, Purbalingga, Jateng 24
Januari 1916 ini resmi dipilih menjadi panglima TKR (nama TNI waktu
itu) pada tanggal 12 November 1945 pada sidang TKR di Yogyakarta. Peran
pertamanya dalam militer TKR adalah memimpin serangan terhadap tentara
sekutu di ambarawa yang sampai sekarang dikenal dengan sebutan Palagan
Ambarawa. Keterlibatannya dalam Palagan Ambarawa membuat Soedirman
mulai dikenal di masyarakat luas dan akhirnya Soedirman dikonfirmasikan
sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember.
Peran Jenderal Soedirman bagi NKRI semakin terlihat lagi pasca
terjadinya Agresi Militer Belanda yang mengakibatkan harus dipindahkan
ibukota NKRI di Yogyakarta. Penglima Besar Soedirman memimpin pasukannya
untuk membela Yogyakarta dari serangan Belanda II tanggal 19 Desember
1948 tersebut, yang dilakukanya dalam keadaan sakit dan harus ditandu
untuk berpindah tempat. Selama 7 bulan Soedirman bergerilya, berpindah
dari hutan ke hutan dan dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan
ditandu. Perjuanganya baru berhenti setelah penyerahan nusantara untuk
Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949.
Sebenarnya, sakit apa yang diderita Soedirman waktu itu hingga
memaksanya harus ditandu untuk berpindah tempat? Seberapakah penyakit
itu, dan seberapa parahkah yang diderita Jenderal Soedirman? Jawabanya
adalah, penyakit yang diderita Jenderal Soedirman waktu itu adalah
tuberkulosis, yang sering disingkat TB, alias TBC yang dikenal
masyarakat luas. Dan sebegitu parahnya hingga mengakibatkan Jenderal
Soedirman wafat pada tanggal 29 Januari 1950 dalam usia 34 tahun.
Hmmmm..masih muda ya??
Menurut Tjokropranoto, pengawal pribadi Panglima Soedirman saat
bergreliya, Sang Jenderal mulai menderita tuberkulosis setelah
terpilihnya sebagai Panglima TKR. Tiga tahun berselang, penyakit ini
mengakibatkan paru-paru kanan harus dikempeskan, tepatnya bulan November
1948. Beberapa hari sepulangnya Jenderal Besar dari perawatan di Rumah
Sakit, pemerintah Belanda meluncurkan Agresi Militer II dan ber usaha
untuk menduduki ibu kota di Yogyakarta. Hal ini memaksa Soedirmn terjun
ke medan perang walaupun dalam keadaan sakit.
Penyakit ini mulai sangat melemahkan Soedirman ketika terjadinya
agresi militer Belanda jilid 2 tersebut, yang membuatnya harus
bergeriliya di sekitar Yogyakarta dengan ditandu. Dalam kondisi sangat
lemah akibat paru-parunya yang berfungsi hanya tinggal satu karena
penyakitnya dan hampir tanpa perawatan medis, Soedirman harus
berpindah-pindan tempat serta turun ke medan perang untuk memimpin
pasukan gerilyanya. Dan itu berlangsung selama 7 bulan. Hingga pada
babak akhir masa perang, kesehatan Soedirman sangat benar-benar tidak
memungkinkan lagi untuk memimpin perang secara langsung, sehingga
Setelah itu Soedirman hanya menjadi tokoh perencana di balik layar dalam
kampanye gerilya melawan Belanda.
Setelah Belanda mulai mengundurkan diri, pada bulan Juli 1949,
Soedirman kembali ke Yogyakarta. Semangat nasional waktu itu sempat
membuatnya berpikir untuk mengejar pasukan Belanda, namun hal itu
dilarang Presiden Soekarno. Dari Yogyakarta, beliau memutuskan untuk
pergi ke Magelang untuk istirahat. Di Magelang lah beliau wafat, kurang
lebih 1 bulan pasca pengakuan kedaulatan kemerdekaan Indonesia oleh
pemerintah Belanda. Jenazah Sang Jenderal Besar Soedirman dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Yogyakarta.
Dari semangat nasionalisme Jenderal Soedirman, kita bisa petik
pelajaran, bahwa kemerdekaan dan keutuhan bangsa harus kita pertahankan
sekuat tenaga. NKRI adalah harga mati, dan kemajuan bangsa Indonesia
harus kita wujudkan bersama. Namun di sisi lain, kita juga mendapat
pelajaran betapa pentingnya kesehatan paru-paru kita, baik untuk kita
sendiri, masyarakat, dan bangsa serta negara kita, NKRI.
Secara kasat mata, bahkan seorang Jenderal Besar sekelas Soedirman
yang tangguh, handal dan disegani di dunia peperangan gerilya, akhirnya
terumbangkan oleh penyakit paru-paru tuberkulosis di usia yang tergolong
muda. Tentu kita dapat menyimpulkan, betapa bahayanya penyakit
tuberkulosis alias TB ini. Oleh karenanya waspadailah TB.
Penularan penyakit ini karena kontak dengan dahak atau menghirup
titik-titik air dari bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kuman
tuberkulosis, anak anak sering mendapatkan penularan dari orang dewasa
di sekitar rumah maupun saat berada di fasilitas umum seperti kendaraan
umum, rumah sakit dan dari lingkungan sekitar rumah. Oleh sebab ini
masyarakat di Indonesia perlu sadar bila dirinya terdiagnosis
tuberkulosis maka hati hati saat berinteraksi dengan orang lain agar
tidak batuk sembarangan , tidak membuang ludah sembarangan dan sangat
dianjurkan untuk bersedia memakai masker atau setidaknya sapu tangan
atau tissue.
Dalam memerangi penyebaran Tuberkulosis terutama pada anak anak yang
masih rentan daya tahan tubuhnya maka pemerintah Indonesia telah
memasukkan Imunisasi Tuberkulosis pada anak anak yang disebut sebagai
Imunisasi BCG sebagai salah satu program prioritas imunisasi wajib
nasional beserta dengan 4 jenis imunisasi wajib lainnya yaitu hepatitis
B, Polio, DPT dan campak.
Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai "Hari TBC" oleh sebab pada
24 Maret 1882 di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil
studi mengenai penyebab tuberkulosis yang ditemukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar