Selasa, 18 November 2014

TB PARU, PENYAKIT YANG TLAH MENUMBANGKAN SANG JENDERAL BESAR INDONESIA

Panglima Besar Jenderal Soedirman, hmmmm..siapa yang tak mengenalnya?? Bahkan namanya diabadikan untuk nama jalan-jalan protokol di berbagai kota, tak luput juga jalan di Kota Jogja yang membentang dari kawasan RS Bethesda hingga kawasan Tugu. Nama Jenderal Soedirman juga diabadikan sebagai nama Universitas Negeri di Kota Purwokerto di Jawa Tengah, yang dikenal dengan nama Unsoed alias Universitas Negeri Jenderal Soedirman.
Jenderal Soedirman dikenal di Indonesia karena peran kepahlawanan dalam mempertahankan kemerdekaan dan masa revolusi nasional Indonesia, yaitu di era 1950 s.d 1950. Diawali dengan bergabungnya beliau sebagai keanggotaan Pasukan PETA (Pembela Tanah Air) di Bogor, berlanjut diangkat sebagai Komandan Batalyon di Kroya  Jateng, menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR  terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TKR).
Jenderal besar TNI kelahiran Bodas Karangjati, Purbalingga, Jateng 24 Januari 1916 ini resmi dipilih menjadi panglima TKR (nama TNI waktu itu) pada tanggal 12 November 1945 pada sidang TKR di Yogyakarta. Peran pertamanya dalam militer TKR adalah memimpin serangan terhadap tentara sekutu di ambarawa yang sampai sekarang dikenal dengan sebutan Palagan Ambarawa.  Keterlibatannya dalam Palagan Ambarawa membuat Soedirman mulai dikenal di masyarakat luas dan akhirnya Soedirman dikonfirmasikan sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember.
Peran Jenderal Soedirman bagi NKRI semakin terlihat lagi pasca terjadinya Agresi Militer Belanda yang mengakibatkan harus dipindahkan ibukota NKRI di Yogyakarta. Penglima Besar Soedirman memimpin pasukannya untuk membela Yogyakarta dari serangan Belanda II tanggal 19 Desember 1948 tersebut, yang dilakukanya dalam keadaan sakit dan harus ditandu untuk berpindah tempat.  Selama 7 bulan Soedirman bergerilya, berpindah dari hutan ke hutan dan dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan ditandu. Perjuanganya baru berhenti setelah penyerahan nusantara untuk Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949.
Sebenarnya, sakit apa yang diderita Soedirman waktu itu hingga memaksanya harus ditandu untuk berpindah tempat? Seberapakah penyakit itu, dan seberapa parahkah yang diderita Jenderal Soedirman? Jawabanya adalah, penyakit yang diderita Jenderal Soedirman waktu itu adalah tuberkulosis, yang sering disingkat TB, alias TBC yang dikenal masyarakat luas. Dan sebegitu parahnya hingga mengakibatkan Jenderal Soedirman wafat pada tanggal 29 Januari 1950 dalam usia 34 tahun. Hmmmm..masih muda ya??
Menurut Tjokropranoto, pengawal pribadi Panglima Soedirman saat bergreliya, Sang Jenderal mulai menderita tuberkulosis setelah  terpilihnya sebagai Panglima TKR. Tiga tahun berselang, penyakit ini mengakibatkan paru-paru kanan harus dikempeskan, tepatnya bulan November 1948. Beberapa hari sepulangnya Jenderal Besar dari perawatan di Rumah Sakit, pemerintah Belanda meluncurkan Agresi Militer II dan ber usaha untuk menduduki ibu kota di Yogyakarta. Hal ini memaksa Soedirmn terjun ke medan perang walaupun dalam keadaan sakit.
Penyakit ini mulai sangat melemahkan Soedirman ketika terjadinya agresi militer Belanda jilid 2 tersebut, yang membuatnya harus bergeriliya di sekitar Yogyakarta dengan ditandu.  Dalam kondisi sangat lemah akibat paru-parunya yang berfungsi hanya tinggal satu karena penyakitnya dan hampir tanpa perawatan medis, Soedirman harus berpindah-pindan tempat serta turun ke medan perang untuk memimpin pasukan gerilyanya. Dan itu berlangsung selama 7 bulan. Hingga pada babak akhir masa perang, kesehatan Soedirman sangat benar-benar tidak memungkinkan lagi untuk memimpin perang secara langsung, sehingga Setelah itu Soedirman hanya menjadi tokoh perencana di balik layar dalam kampanye gerilya melawan Belanda.
Setelah Belanda mulai mengundurkan diri, pada bulan Juli 1949, Soedirman kembali ke Yogyakarta. Semangat nasional  waktu itu sempat membuatnya berpikir untuk mengejar pasukan Belanda, namun hal itu dilarang Presiden Soekarno. Dari Yogyakarta, beliau memutuskan untuk pergi ke Magelang untuk istirahat. Di Magelang lah beliau wafat, kurang lebih 1 bulan pasca pengakuan kedaulatan kemerdekaan Indonesia oleh pemerintah Belanda. Jenazah Sang Jenderal Besar Soedirman dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Yogyakarta.
Dari semangat nasionalisme Jenderal Soedirman, kita bisa petik pelajaran, bahwa kemerdekaan dan keutuhan bangsa harus kita pertahankan sekuat tenaga. NKRI adalah harga mati, dan kemajuan bangsa Indonesia harus kita wujudkan bersama. Namun di sisi lain, kita juga mendapat pelajaran betapa pentingnya kesehatan paru-paru kita, baik untuk kita sendiri, masyarakat, dan bangsa serta negara kita, NKRI.
Secara kasat mata, bahkan seorang Jenderal Besar sekelas Soedirman yang tangguh, handal dan disegani di dunia peperangan gerilya, akhirnya terumbangkan oleh penyakit paru-paru tuberkulosis di usia yang tergolong muda. Tentu kita dapat menyimpulkan, betapa bahayanya penyakit tuberkulosis alias TB ini. Oleh karenanya waspadailah TB.
Penularan penyakit ini karena kontak dengan dahak atau menghirup titik-titik air dari bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kuman tuberkulosis, anak anak sering mendapatkan penularan dari orang dewasa di sekitar rumah maupun saat berada di fasilitas umum seperti kendaraan umum, rumah sakit dan dari lingkungan sekitar rumah. Oleh sebab ini masyarakat di Indonesia perlu sadar bila dirinya terdiagnosis tuberkulosis maka hati hati saat berinteraksi dengan orang lain agar tidak batuk sembarangan , tidak membuang ludah sembarangan dan sangat dianjurkan untuk bersedia memakai masker atau setidaknya sapu tangan atau tissue.
Dalam memerangi penyebaran Tuberkulosis terutama pada anak anak yang masih rentan daya tahan tubuhnya maka pemerintah Indonesia telah memasukkan Imunisasi Tuberkulosis pada anak anak yang disebut sebagai Imunisasi BCG sebagai salah satu program prioritas imunisasi wajib nasional beserta dengan 4 jenis imunisasi wajib lainnya yaitu hepatitis B, Polio, DPT dan campak.
Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai "Hari TBC" oleh sebab pada 24 Maret 1882 di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi mengenai penyebab tuberkulosis yang ditemukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar