Surya Paloh lahir di Tanah Rencong, di daerah yang tak pernah dijajah
Belanda. Ia besar di kota Pematang Siantar, Sumut, di daerah yang
memunculkan tokoh-tokoh besar semacam TB Simatupang, Adam Malik, Parada
Harahap, A.M. Sipahutar, Harun Nasution. Ia menjadi pengusaha di kota
Medan, daerah yang membesarkan tokoh PNI dan tokoh bisnis TD Pardede.
Aktifitas politiknya yang menyebabkan Surya Paloh pindah ke Jakarta,
menjadi anggota MPR dua periode. Justru di kota metropolitan ini,
kemudian Surya Paloh terkenal sebagai seorang pengusaha muda Indonesia.
Surya Paloh mengenal dunia bisnis tatkala ia masih Remaja. Sambil Sekolah ia berdagang teh, ikan asin, karung goni, dll. Ia membelinya dari dua orang ‘toke’ sahabat yang sekaligus gurunya dalam dunia usaha, lalu dijual ke beberapa kedai kecil atau ke perkebunan (PTP-PTP). Di Medan, Surya Paloh mendirikan perusahaan karoseri sekaligus menjadi agen penjualan mobil.Sembari berdagang, Surya Paloh juga menekuni kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Sosial Politik, Universitas Islam Sumater Utara, Medan. Di kota yang terkenal keras dan semrawut ini, keinginan berorganisasi yang sudah berkembang sejak dari kota Pematang Siantar, semakin tumbuh subur dalam dirinya. Situasi pada saat itu, memang mengarahkan mereka aktif dalam organisasi massa yang sama-sama menentang kebijakan salah dari pemerintahan orde lama. Surya Paloh menjadi salah seorang pimpinan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI)Setelah KAPPI bubar, ia menjadi Koordinator Pemuda dan Pelajar pada Sekber Golkar. Beberapa tahun kemudian, Surya Paloh mendirikan Organisasi Putra-Putri ABRI (PP-ABRI), lalu ia menjadi Pimpinan PT-ABRI Sumut. Bahkan organisasi ini, pada tahun 1978, didirikannya bersama anak ABRI yang lain, di tingkat pusat Jakarta, dikenal dengan nama Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI).
Surya Paloh mengenal dunia bisnis tatkala ia masih Remaja. Sambil Sekolah ia berdagang teh, ikan asin, karung goni, dll. Ia membelinya dari dua orang ‘toke’ sahabat yang sekaligus gurunya dalam dunia usaha, lalu dijual ke beberapa kedai kecil atau ke perkebunan (PTP-PTP). Di Medan, Surya Paloh mendirikan perusahaan karoseri sekaligus menjadi agen penjualan mobil.Sembari berdagang, Surya Paloh juga menekuni kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Sosial Politik, Universitas Islam Sumater Utara, Medan. Di kota yang terkenal keras dan semrawut ini, keinginan berorganisasi yang sudah berkembang sejak dari kota Pematang Siantar, semakin tumbuh subur dalam dirinya. Situasi pada saat itu, memang mengarahkan mereka aktif dalam organisasi massa yang sama-sama menentang kebijakan salah dari pemerintahan orde lama. Surya Paloh menjadi salah seorang pimpinan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI)Setelah KAPPI bubar, ia menjadi Koordinator Pemuda dan Pelajar pada Sekber Golkar. Beberapa tahun kemudian, Surya Paloh mendirikan Organisasi Putra-Putri ABRI (PP-ABRI), lalu ia menjadi Pimpinan PT-ABRI Sumut. Bahkan organisasi ini, pada tahun 1978, didirikannya bersama anak ABRI yang lain, di tingkat pusat Jakarta, dikenal dengan nama Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI).
Kesadarannya bahwa dalam kegiatan politik harus ada uang sebagai biaya
hidup dan biaya perjuangan, menyebabkan ia harus bekerja keras mencari
uang, dengan mendirikan perusahaan atau menjual berbagai jenis jasa. Ia
mendirikan perusahaan jasa boga, yang belakangan dikenal sebagai
perusahaan catering terbesar di Indonesia. Keberhasilannya sebagai
pengusaha jasa boga, menyebabkan ia lebih giat belajar menambah ilmu dan
pengalaman, sekaligus meningkatkan aktifitasnya di organisasi.
Menyusuri kesuksesan itu, ia melihat peluang di bidang usaha penerbitan
pers. Surya Paloh mendirikan Surat Kabar Harian Prioritas. Koran yang
dicetak berwarna ini, laku keras. Akrab dengan pembacanya yang begitu
luas sampai ke daerah-daerah. Sayang, surat kabar harian itu tidak
berumur panjang, keburu di cabut SIUPP-nya oleh pemerintah. Isinya
dianggap kurang sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik Indonesia.
Kendati bidang usaha penerbitan pers mempunyai risiko tinggi, bagi Surya
Paloh, bidang itu tetap merupakan lahan bisnis yang menarik. Ia memohon
SIUPP baru, namun, setelah dua tahun tak juga keluar. Minatnya di
bisnis pers tak bisa dihalangi, ia pun kerjasama dengan Achmad Taufik
Menghidupkan kembali Majalah Vista. Pada tahun 1989, Surya Paloh bekerja
sama dengan Drs. T. Yously Syah mengelola koran Media Indonesia. Atas
persetujuan Yously sebagai pemilik dan Pemrednya, Surya Paloh memboyong
Media Indonesia ke Gedung Prioritas. Penyajian dan bentuk logo surat
kabar ini dibuat seperti Almarhum Prioritas. Kemajuan koran ini,
menyebabkan Surya Paloh makin bersemangat untuk melakukan ekspansi ke
berbagai media di daerah. Disamping Media Indonesia dan Vista yang
terbit di Jakarta, Surya Paloh bekerjasama menerbitkan sepuluh
penerbitan di daerah.
Pada umurnya yang masih muda, 33 tahun, Surya Paloh berani mempercayakan
bisnis cateringnya pada manajer yang memang disiapkannya. Pasar
catering sudah dikuasainya, dan ia menjadi the best di bisnis itu. Lalu,
ia mencari tantangan baru, masuk ke bisnis pers. Padahal, bisnis pers
adalah dunia yang tidak diketahuinya sebelum itu. Kewartawanan juga
bukan profesinya, tetapi ia berani memasuki dunia ini, memasuki pasar
yang kelihatannya sudah jenuh. Ia bersaing dengan Penerbit Gramedia
Group yang dipimpin oleh Yakob Utama, wartawan senior. Ia berhadapan
dengan Kartini Grup yang sudah puluhan tahun memasuki bisnis penerbitan.
Ia tidak segan pada Pos Kota Group yang diotaki Harmoko, mantan Menpen
RI. Bahkan, ia tidak takut pada Grafisi Group yang di-back up oleh
pengusaha terkenal Ir. Ciputra, bos Jaya Group.
Kendati kondisi pasar pers begitu ramai dengan persaingan. Surya Paloh
sedikit pun tak bergeming. Bahkan ia berani mempertaruhkan modal dalam
jumlah relatif besar, dengan melakukan terobosan-terobosan baru yang tak
biasa dilakukan oleh pengusaha terdahulu. Dengan mencetak berwarna
misalnya. Ia berani menghadapi risiko rugi atau bangkrut. Ia sangat
kreatif dan inovatif. Dan, ia berhasil.
Surya Paloh menghadirkan koran Proritas di pentas pers nasional dengan
beberapa keunggulan. Pertama, halaman pertama dan halaman terakhir di
cetak berwarna. Kedua, pengungkapan informasi kelihatan menarik dan
berani. Ketika, foto yang disajikan dikerjakan dengan serius.
Faktor-faktor itulah yang menyebabkan koran ini dalam waktu singkat,
berhasil mencapai sirkulasi lebih 100 ribu eksemplar. Tidak sampai
setahun, break event point-nya sudah tercapai.
Ancaman yang selalu menghantui Prioritas justru bukan karena
kebangkrutan, tetapi pencabutan SIUPP oleh pemerintah. Terbukti
kemudian, ancaman itu datang juga. Koran Prioritasnya mati dalam usia
yang terlalu muda. Pemberitaannya dianggap kasar dan telanjang. Inilah
risiko terberat yang pernah dialami Surya Paloh. Ia tidak hanya
kehilangan sumber uang, tetapi ia juga harus memikirkan pembayaran utang
investasi.
Dalam suasana yang sangat sulit itu, ia tidak putus asa. Ia berusaha membayar gaji semua karyawan Prioritas, sambil menyusun permohonan SIUPP baru dari pemerintah. Namun permohonan itu tidak dikabulkan pemerintah. Beberapa wartawan yang masih sabar, tidak mau pindah ke tempat lain, dikirim Surya Paloh ke berbagai lembaga manajemen untuk belajar.
Dalam suasana yang sangat sulit itu, ia tidak putus asa. Ia berusaha membayar gaji semua karyawan Prioritas, sambil menyusun permohonan SIUPP baru dari pemerintah. Namun permohonan itu tidak dikabulkan pemerintah. Beberapa wartawan yang masih sabar, tidak mau pindah ke tempat lain, dikirim Surya Paloh ke berbagai lembaga manajemen untuk belajar.
Pers memang memiliki kekuatan, di negara barat, ia dikenal sebagai lembaga keempat setelah legislatif, yudikatif dan eksekutif. Apalagi kebesaran tokoh-tokoh dari berbagai disiplin ilmu atau tokoh-tokoh dalam masyarakat, sering karena peranan pers yang mempublikasikan mereka. Bagaimana seorang tokoh diakui oleh kalangan masyarakat secara luas, kalau ia di boikot oleh pers. Dengan demikian, bisnis pers memang prestisius, memberi kebanggaan, memberi kekuatan dan kekuasaan. Dan, itulah bisnis Surya Paloh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar