Senin, 01 Desember 2014

Cerita Indah Di Masa Lalu

Namaku Remora, tapi semua memangil cukup dengan “Re” saja, saat ini usiaku tepat 22 tahun. Dan aku bersyukur telah dihadirkan di dunia di antara orang-orang yang penuh kasih.
“Hei lagi ngelamun yah?” si jail mengagetkanku. Sebenarnya dia punya nama yang bagus tetapi lebih suka kujuluki seperti itu karena selalu muncul disetiap aku butuh waktu untuk sendiri. Tapi walau bagaimana pun dia tetap kakakku yang paling baik.
“Ah kakak ngapain sih pake acara ngeganggu aja…”
“Emang lagi mikirin siapa sih dek?“ Kak Rama semakin antusias menggoda.
“Lagi mikirin, gimana caranya supaya Kak Rama punya kerjaan lain selain gangguin aku.”
“Ngeganggu? aku tuh kesini bawain ini nih, kamu dapat kiriman paket, mestinya makasih malah dituduh ngeganggu” Ucap Kak Rama sambil berlalu dengan tingkah menggelikan.
“Iya deh, makasihhhhh…..” ucapku setengah teriak menghantar kepergian Kak Rama.
Buru-buru kubuka paket itu, tapi kemudian terhenyak menyadari yang kuterima bukanlah paket biasa karena isinya ternyata sebuah buku diary tua dan yang lebih mengejutkan, kenyataannya tak ada nama, serta alamat pengirimnya.
Kurasakan sesuatu yang lain, seperti mengenal dan pernah melihat diary ini sebelumnya, dan ini membuat aku merinding sendiri. Menyentuh diary tua ini seperti merasakan suatu energi yang mengisi jiwa dan memompa jantungku lebih cepat dari biasanya.
”Ahh, aneh” batinku.

**********
“Melati… maaf aku akan pergi…” terdengar suara yang sendu di balik punggungku.
“Jangan Arga aku membutuhkanmu tuk tetap disini, aku tak peduli walau semua menentang kita.”
“Mel… mungkin ini yang terbaik……..” ucap Arga dan melangkah pergi setelah nenyerahkan sebuah benda padaku.
“Jangannn…..kumohon!! jangan Arga!!!”
Seketika aku terjaga dan tersadar ada bekas airmata di wajahku. Oh Tuhan apa yang telah terjadi padaku? siapa melati?? dan apa hubungannya dengan kehidupanku? mengapa wajahnya mirip denganku! Oh god! aku teringat sesuatu, ini pasti ada hubungannya dengan buku itu, sebab benda itulah yang ada dalam mimpiku. Ada apa ini semuanya semakin menjadi misteri di hatiku. Oh Tuhan aku bingung, ada apa ini?
Mimpi itu masih saja mengganggu, aku tak pernah merasa sebingung ini. Aku lelah memikirkannya. Terbersit ide untuk meyingkirkan Diary itu, karena itulah sumbernya. Mungkin dengan begitu aku akan terbebas, dan bisa menguca “sayonara mimpi aneh”.
Dan akhirnya telah dan dengan sengaja kutinggalkan benda itu di dalam bis, dengan penuh kelegaan aku melangkah pulang, tak ada lagi yang akan mengusik tidurku.
“Na..na..na..aku bebas, aku bebas!” senandungku lirih.
*********
Tak dinyana, apa yang kulihat begitu mengguncang batin. Diary itu, dengan pongahnya bertahta di atas bantal hati di dalam kamarku. Bulu kudukku berdiri, belulang di tubuh bergetar sejurus kemudian dengan nyali yang ciut kusapa lembar-lembarnya yang beberapa hari ini kuabaikan.
Semuanya semakin mengusutkan otak, kurasa ada baiknya mengikuti saran mama untuk ikut pindah ke sebuah kota kecil tempat tugas papa yang baru, hitung-hitung cari suasana baru dan mungkin saja semua misteri ini berakhir.
Bergegas kutemui mama dan mengutarakan keinginanku, sejenak mama terbengong sambil memandangku. Sebelum mama mengeluarkan seribu pertanyaan aku segera berlari menuju kamar dan bergegas menutup kembali pintu kamarku menghindari pandangan keheranan mama sembari berharap mama tidak meneror dengan berbagai pertanyaan atas keputusanku mengikuti mereka pindah.
Keputusan dadakan ini membuat orang-orang terdekatku merasa bingung melihat perubahanku, terlebih lagi aku begitu semangat untuk segera pindah.
“Re… buka sebentar sayang, mama mau bicara sama kamu…!”
”Ma… aku hanya merasa tak bisa jauh dari mama. Itu saja kok!” akhirnya aku menemukan satu alasan yang membuat mama berhenti curiga.
*************
”Inikah rumah yang kutuju? Benarkah ini?”
Mengapa aku merasa rumah ini tak asing bagiku, seakan-akan jiwaku berkata “Aku pulang”.
“Re.. kok bengong? Nyesal ikut pindah ke sini?” Suara mama mengagetkan.
“Ah.. mama, aku hanya merasa seperti pernah kesini” jawabku
“Ah.. itu hanya perasaanmu saja, walau pun sebenarnya kita ada hubungan dengan kota ini, tapi kita sekeluarga baru kali ini ke sini.”
“Hubungan? Maksud mama apa?” aku semakin merasa aneh.
“Orang tua kakekmu yang dari papa sebenarnya orang asli dari sini” ucap mama sambil menggandengku masuk.
Ternyata aku salah, keputusanku untuk pindah bukan menyelesaikan kegalauanku tetapi semakin menjebakku ke dalam situasi yang rumit. Setiap sudut kota ini kian menguatkan sosok Melati dalam diriku. Kini bukan hanya mimpi tapi kadangkala aku merasa benar-benar menjadi Melati. Seminggu berada di kota ini belum banyak yang kulakukan kecuali berkeliling mengikuti kehendak Melati dalam diriku. Seperti yang kulakukan saat ini, tanpa kusadari telah berdiri mematung di depan sebuah rumah yang entah milik siapa.
“hai” sapa sesosok lelaki yang mungkin tanpa kusadari telah memperhatikanku dari tadi.Lututku bergetar, nafasku mendadak sesak saat menyadari dia adalah lelaki yang ada di mimpiku bersama Melati. Rasanya ingin segera melarikan diriku tapi seakan bumi manjadi magnet untuk langkahku.
Oh… Tuhan apa ini? Siapa dia? apakah sama sepertiku terbelenggu oleh sosok yang ada di mimpiku atau dia …. Hantu!!!!!!!.
“Ada yang bisa saya bantu? Kau kelihatannya sangat bingung.” Sosok tampan mencoba menegurku.
“Emm… tidak , hanya kebetulan lewat saja, maaf permisi aku harus pergi sekarang.” Aku mencoba menenangkan diri dan mulai beranjak pergi.
Jantungku sudah tidak berdetak lagi rasanya. Sebenarnya dia sangat tampan, tapi melihatnya buatku begitu takut sebab dia adalah bagian dari misteri ini. Seandainya saja sosok Melati tak pernah hadir di hidupku mungkin aku dengan senang hati berlama-lama memandangnya, atau mungkin aku sedikit menebar pesona. “Ah.. bisa-bisanya aku menghayal sejauh itu !” hatiku mengejek diriku sendiri.
“Hei tunggu” suara itu semakin buat jantungku diam.
“Apa kita pernah ketemu? Sepertinya wajahmu tak asing” katanya lagi.
“Namaku Erwin” katanya kemudian di tengah bisuku.
“Remora, panggil Re saja” akhirnya jantungku kembali berdetak. Dia bukan Arga, lelaki yang bersama Melati dalam mimpiku. Tapi dia siapa? Mengapa wajah sama?
“Itu rumah kakekku” katanya sambil menunjuk rumah tempatku tertegun tadi.
“Oh, rumah yang cantik”
“Singgahlah kapan-kapan jika kau ada waktu”
“Makasih”
********
“Re, aku menemukan jawabannya” suara Erwin beresonansi dengan semilir angin pantai tempat kami memijak pasir yang basah oleh ombaknya.
“Jawaban apa?”
“Tentang wajahmu yang serasa tak asing waktu pertama kali bertemu”
“Jangan bercanda, kita memang baru kali itu bertemu kan?”
“Iya”
“Lalu ?”
“Jawabannya ada di rumah kakekku” katanya sambil menggandeng tanganku menuju rumah dengan gaya arsitektur klasik yang tak jauh dari pantai. Dan aku tak menolak sama sekali karena terdorong dengan rasa penasaran. Mungkin ini juga adalah jawaban dari keanehan yang kurasa.
“Lihatlah” katanya sambil membuka sehelai kain warna ungu muda yang menutupi sebuah pigura besar.
Mematung. Hanya itu yang kurasa. Lukisan itu memang sangat mirip denganku. Disudut bawah pigura tertulis “Kekasih yang kumiliki hanya dalam khayal… Melati”.
Keping waktu yang berputar
Ingatkan hati tuk pulang sejenak……
Mungkin membalas kepergian
Setelah berjanji pada satu hati yang tergoda
Kutahu kau kan pulang kekasih,
Membawa hati yang dulu berlari meninggalkanku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar