Tidak semua perubahan akan membawa perbaikan, tapi tanpa perubahan tidak
akan pernah ada perbaikan. Untuk melakukan perubahan, diperlukan
keberanian.
Mutiara Jiwa Wiraswasta Banyak sekali jenis usaha yang bisa kita lihat
di Indonesia, dan banyak pula kisah-kisah tentang bagaimana para
pengusaha memulai usahanya tersebut. Ada yang mengawalinya secara
coba-coba, ada yang karena ikut-ikutan teman, ada yang karena keadaan
mengharuskannya buka usaha sendiri dan ada pula yang menerima warisan
dari orang tua.
Bagi mereka yang berniat memulai usaha, pada umumnya masalah pertama
yang dihadapi adalah pertanyaan tentang bidang usaha apa yang sebaiknya
dijalankan.
Pertanyaan yang kelihatan remeh ini, sesungguhnya mempunyai bobot yang
besar sekali artinya dan amat menentukan masa depan perusahaan yang akan
didirikan tersebut. Bahkan, kemungkinan besar juga menentukan masa
depan sipengusaha sendiri. Jadi, bagaimanakah cara yang paling tepat
untuk menentukan bidang usaha ?
Menurut logika, sebuah usaha yang berpeluang untuk berjalan dengan
lancar adalah usaha yang tingkat persaingannya kecil, tetapi tingkat
kebutuhan pada konsumennya tinggi.
Tentu dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lainnya sudah terpenuhi.
Untuk bisa menekan tingkat persaingan sampai sekecil mungkin, maka
seyogyanya produk yang akan dijual merupakan produk yang mempunyai
sifat-sifat orisinil, belum pernah dibuat orang lain, atau bila produk
itu berupa produk yang sudah ada sebelumnya, sebaiknya mempunyai nilai
tambah yang tidak dimiliki oleh produk pesaing.
Banyak kejadian memperlihatkan bahwa kecenderungan orang untuk memulai
usaha adalah dengan mengikuti trend saat tertentu.
Misalnya, kalau sekarang banyak orang mendirikan ruko (rumah-toko), maka
dengan anggapan usaha yang diminati banyak orang itu pasti
menguntungkan, lalu beramai-ramai ikut mendirikan ruko. Pola berpikir
seperti ini terlalu menggampangkan, seakan-akan menyamakan trend bisnis
dengan trend mode. Dibidang mode, kalau saat ini sedang digemari
potongan rambut crew-cut (potongan pendek) misalnya, tidak ada masalah
bagi siapa saja untuk meniru. Akan tetapi, kalau kita meniru bidang
usaha yang sudah begitu banyak orang lain menjalankannya, berarti kita
terjun kedalam suatu lahan yang sudah penuh sesak dengan persaingan.
Sulit untuk kita bisa berkembang dalam situasi yang demikian,
apalagi bila kita pendatang baru yang sudah kesiangan (terlambat).
Sejak tahun-tahun 1970-an, pola ‰ngikut trend†ini banyak dilakukan
orang pada
bidang-bidang yang segera menjadi jenuh, seperti mendirikan theater,
klub malam, taksi, radio swasta niaga, diskotik, mendirikan apartemen,
RSS (rumah sangat sederhana), wartel (warung telekomunikasi) dan
lain-lain.
Di bidang finansial bahkan menjadi mode bagi sementara orang baik
pengusaha maupun bukan, untuk terjun bermain valas (valuta asing), bursa
saham bahkan bursa komoditi.
Tidak sedikit mereka yang pengetahuannya terbatas tentang bidang-bidang
tersebut ikut-ikutan bermain, lalu tiba-tiba, tanpa mengerti sedikitpun
tentang alasannya, uangnya dinyatakan amblas tidak bisa dicegah lagi.
Kejadian seperti ini terlalu mengerikan untuk dialami oleh setiap calon
wiraswastawan yang punya idealisme.
Alex S. Nitisemito dalam bukunya Memulai Usaha Dengan Modal Kecil ,
memberikan contoh yang bagus tentang seorang pemilik kebun apel yang
pada suatu hari menemukan buah apel yang jatuh ketanah bekas dimakan
burung. Karena buah apel tersebut ternyata berbau anggur, maka timbullah
gagasannya untuk mendirikan usaha minuman sari buah apel. Yang demikian
itu merupakan ide orisinil. Bukan tiruan atau menjiplak ide orang
lain.
Henry Ford memulai usaha dengan gagasan untuk membuat mobil yang baik
bagi masyarakat banyak dengan harga terjangkau, dan usahanya sukses.
Begitu juga Bill Gates yang berangan-angan untuk mengkomputerkan seluruh
dunia, ternyata melesat begitu cepatnya menjadi raja komputer sejagat.
Ide atau gagasan tidak selalu datang begitu saja tanpa disangka-sangka,
sehingga orang tidak akan bisa mengetahui kapan ide itu akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar